skip to main |
skip to sidebar
Perkembangan yang cukup membanggakan terutama untuk kalangan muslim saat marak instansi yang memberikan label syariah di belakang namanya mengakomodir kebutuhan masyarakat . Pertamakali dipelopori oleh industri perbankan, Hotel hingga , syariah, laundry syariah, minimarket syariah dan lainnya.
Seperti euforia, label syariah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Pertanyaannya label syariah entah itu hanya sekedar nama atau memang instansi tersebut ingin menerapkan prinsip syariah dalam bisnisnya.Apakah itu benar-benar syariah?
Kita lihat untuk kategori bank, mereka sudah bisa dikatakan 80% syariah. Dan pasar, laundry, minimarket dan lembaga non bank lainnya yang berlabel syariah bisa dikatakan hampir 90% syariah. ini dibuktikannya mereka yang berani melakukan transparasi harga kepada calon pembeli. Seperti yang ditunjukkan Rosulullah, yakni dengan menunjukkan HPP penjualan dan berapa margin keuntungan yang diperoleh penjual kepada calon pembeli. Proses Produksi, pelayanan dan pendistribusian sesuai syariat Islam.
Seperti saat Laundry Syariah didirikan, ada banyak pertanyaan yang serupa. Apa bedanya dengan laundry konvensional?? kenapa harus disyariahkan?? sampai - sampai tuduhan membebek alias ikut - ikutan demam Syariah.Sebagai pengusaha kadang pertanyaan - pertanyaan mereka terkesan parnoid tapi seperti itulah yang saya sukai.Dengan begitu mereka memang butuh penjelasan dan mengerti tidak sekedar mendengar.
Jadi Konsumen Cerdas : Nilailah sesuatu dari hakikatnya, bukan dari nama atau istilah.
Karena kadang nama sesuatu yang berbau syirik atau bid’ah –misalnya- diubah menjadi nama yang indah dan menarik.Sudah seharusnya kita dapat memahami bahwa tidak setiap istilah syar’i menunjukkan kebenaran. Perlu kita ketahui hakikatnya, lebih-lebih di zaman ini yang penuh pengelabuan.
Di akhir zaman, Nabi memperingatkan bahwa akan muncul orang-orang yang ingin mengelabui sesuatu yang haram dengan merubah namanya.
“Mereka sengaja menutup-nutupi nama khamar tadi dengan nama (sejenis minuman yang sebenarnya bukan khamar)." HR. Abu Daud,Ibnu Majah dan Ahmad
Hal ini juga menuntut kitapengusaha maupun konsumen untuk banyak belajar dan mengkaji ilmu Islam, tidak hanya sekedar ikut-ikutan. Sebagai konsumen yang menggunakan layanan perusahaan berlabel Syariah banyak ilmu yang mesti kita dalami, agar kita bisa menjadi konsumen yang cerdas tidak "menelan mentah - mentah" produk yang berlabel Syariah, yang sebenarnya ini berlaku untuk semua layanan atau produk yang kita nikmati, sebagai konsumen sudah seharusnya jeli dan kritis.
Dan sebagai pengusaha yang "berani" menggunakan label Syariah, Jangan kuatir. Insyaallah beranjak dengan niat Karena Allah Ta'ala. Ketika ada konsumen yang parnoid atau masih belum percaya "kesyariaah" produk kita, ada beberapa faktor yang perlu dicermati, pertama Konsumen yang sudah mengerti dan itu jadi kritisi, syukuri karena pengusaha terbantu monitoring. Atau bisa juga konsumen yang parnoid dan menjustifikasi karena ketidak tahuan mereka dan terbatasnya informasi yang kita berikan.Yang pasti adalah selalu berinovasi dan penyempurnaan.
Wallahu'alam bishowab.
0 komentar:
Posting Komentar